Aspirin (Asetosal) adalah nama dagang untuk jenis obat turunan dari
salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa
sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan
anti-inflamasi (peradangan) yang dikeluarkan oleh Bayer. Aspirin juga
merupakan obat antidemam kuat dan mempunyai efek menghambat agregasi
trombosit pada dosis rendah (40 mg) sehingga selain sebagai analgesik
aspirin dewasa ini banyak digunakan sebagai alternatif dari
antikoagulansia sebagai pencegah infark ke 2 setelah terjadinya serangan
(Tjay dan Rahardja, 2002).
Aspirin mengandung zat aktif berupa asam asetilsalisilat. Oleh sebab
itu, aspirin merupakan asam organik lemah yang unik diantara obat-obat
AINS dalam asetilasi (dan juga inaktivasi) siklooksigenase ireversibel.
AINS lain termasuk salisilat, semuanya penghambat siklooksigenase
reversible. Aspirin cepat dideasetilasi oleh esterase dalam tubuh,
menghasilkan salisilat, yang mempunyai efek anti-inflamasi,
anti-piretik, dan analgesik (Mycek dkk., 2001). Aspirin (asam
asetilsalisilat) mempunyai pKa 3,5. Asam asetilsalisilat disintesis
tahun 1853, tetapi obat ini belum digunakan sampai tahun 1899, ketika
diketahui bahwa obat ini efektif pada artritis dan dapat ditoleransi
dengan baik. Nama aspirin diciptakan dari gabungan kata bahasa Jerman
untuk senyawa
acetylspirsäure (
spirea, nama genus tanaman asal zat tersebut dan
säure, yang dalam bahasa Jerman berarti asam).
- B. Struktur kimia
Aspirin mengandung gugus fungsi asam karboksilat, dengan rumus molekul C
9H
8O
4.
Nama IUPAC dari aspirin adalah asam 2-asetilbenzoat. Nama generik
aspirin adalah asetosal. Nama kimia dari aspirin adalah asam
asetilsalisilat. Adapun struktur kimia dari aspirin adalah sebagai
berikut :
Gambar 2. Struktur aspirin
- C. Dosis
Dosis optimum analgesik atau antipiretik aspirin, lebih kecil dari
dosis oral 0,6 mg yang lazim digunakan. Dosis yang lebih besar dapat
memperpanjang efeknya. Dosis lazim dapat diulang setiap 4 jam dan dosis
lebih kecil (0,3 g) setiap 3 jam. Dosis untuk anak-anak sebesar 50-75
mg/kg/hari dalam dosis terbagi.
Dosis anti-inflamasi rata-rata 4 g/hari dapat ditoleransi oleh
kebanyakan orang dewasa. Pada anak-anak, biasanya dosis 50-75
mg/kg/hari menghasilkan kadar darah yang adekuat. Kadar darah 15-30
mg/dL disertai dengan efek anti-inflamasi
- D. Efek Utama
- Efek anti-inflamasi
Aspirin menghambat perlekatan granulosit pada pembuluh darah yang
rusak, menstabilkan membran lisosom, dan menghambrat migrasi leukosit
polimorfonuklear dan makrofag ketempat peradangan, sehingga dapat
mengurangi rasa sakit di daerah peradangan. Sifat anti-inflamasi
salisilat dosis tinggi bertanggung jawab terhadap dianjurkannya obat ini
sebagai terapi awal artritis rematoid, demam rematik, dan peradangan
sendi lainnya.
- Efek Analgesik
Asprin sangat efektif dalam meredakan nyeri dengan intensitas ringan
sampai sedang, namun tidak efektif pada terapi nyeri visera seperti yang
menyertai abdomen akut, kolik ginjal, perikarditis, atau infark
miokard. Aspirin menghilangkan nyeri dari berbagai penyebab seperti yang
berasal dari otot, pembuluh darah, gigi, keadaan pasca persalinan,
artritis dan bursitis.
- Efek anti-piretik
Aspirin menurunkan demam, tetapi hanya sedikit mempengaruhi suhu
badan yang normal. Penurunan suhu badan berhubungan dengan peningkatan
pengeluaran panas karena pelebaran pembuluh darah superfisial.
Antipiesis mungkin disertai dengan pembentukan banyak keringat. Demam
yang menyertai infeksi dianggap akibat dari dua kerja. Pertama
pembentukan prostaglandin di dalam susunan saraf pusat sebagai respon
terhadap bakteri pirogen. Kedua efek interleukin-1 pada hipotalamus.
Interleukin-1 dihasilkan oleh makrofag dan dilepaskan selama respon
peradangan. Aspirin menghambat baik pirogen yang diinduksi oleh
pembentukan prostaglandin maupun respon susunan saraf pusat terhadap
interleukin-1 dan sehingga dapat mengatur kembali “pengontrol suhu”
dihipotalamus, sehingga memudahkan pelepasan panas dengan jalan
vasodilatasi.
- Efek terhadap trombosit
Aspirin mempengaruhi hemostatis. Aspirin dosis tunggal sedikit
memanjangakan waktu perdarahan hal ini digambarkan dengan penghambatan
agregasi trombosit sekunder akibat penghambatan sintesis tromboksan.
Karena kerja ini bersifat ireversibel aspirin menghambat agregasi
trombosit sampai selama 8 hari sampai terbentuk trombosit baru. Aspirin
mempunyai masa kerja yang lebih panjang dibandingkan senyawa lain
penghambat agregasi trombosit seperti tiklopidin, fenilbutazon, dan
dipiridamol.
- E. Efek Samping
- Efek terhadap saluran cerna
Pada dosis yang biasa, efek samping utama adalah gangguan pada
lambung (intoleransi). Efek ini dapat diperkecil dengan penyangga yang
cocok. Gastritis yang timbul pada aspirin mungkin disebabkan oleh
iritasi mukosa lambung oleh tablet yang tidak larut, karena penyerapan
salisilat nonionisasi di dalam lambung atau karena penghambatan
prostaglandin pelindung. Perdarahan saluran cerna bagian atas yang
berhubungan dengan penggunaan aspirin biasanya berkaitan dengan erosi
lambung. Peningkatan kehilangan darah yang sedikit melalui tinja secara
rutin berhubungan dengan pemberian aspirin dosis tinggi.
- Efek susunan saraf pusat
Dengan dosis yang lebih tinggi, penderita bisa mengalami
“salisilisme” (tinnitus atau penurunan pendengaran dan vertigo) yang
reversibel dengan pengurangan dosis. Dosis salisilat yang lebih besar
lagi dapat menyebabkan hiperpnea melalui efek langsung terhadap medulla
oblongata. Pada kadar salisilat toksik yang rendah, bisa timbul
respirasi alkalosis sebagai akibat peningkatan ventilasi.
- Efek lain
Aspirin dalam dosis harian 2 g atau lebih kecil biasanya meningkatkan
asam urat, sedangkan dosis lebih dari 4 g/hari akan menurunkan kadar
asam urat sampai di bawah 2,5 mg/dL. Aspirin dapat menimbulkan hepatitis
ringan yang biasanya asimtomatik, terutama pada penderita yang
mendasarinya seperti lupus eritematosus sistemik serta artritis rematoid
juvenilis dan dewasa. Salisilat dapat menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus yang reversibel pada penderita dengan dasar penyakit
ginjal. Reaksi hipersensitivitas biasa timbul setelah meminum aspirin
pada penderita asma dan polip hidung serta bisa disertai dengan
bronkokonstriksi dan syok. Reaksi ini diperantarai oleh leukotrin.
Mekanisme Aksi
- Farmakokinetik
Penyerapan: Tingkat penyerapan aspirin dari saluran
gastrointestinal (GI) tergantung pada ada atau tidak adanya makanan, pH
lambung (ada atau tidak adanya antasida GI), dan faktor fisiologis
lainnya. Setelah penyerapan, aspirin dihidrolisis menjadi asam salisilat
dalam dinding usus dan selama metabolisme pertama-pass dengan kadar
plasma puncak asam salisilat yang terjadi dalam 1 sampai 2 jam dari
dosis.
Distribusi: Asam salisilat secara luas didistribusikan ke
seluruh jaringan dan cairan dalam tubuh termasuk sistem saraf pusat
(SSP), ASI, dan jaringan janin. Konsentrasi tertinggi ditemukan dalam
plasma, hati, ginjal, jantung, dan paru-paru. Protein pengikatan
salisilat adalah konsentrasi tergantung, yaitu, nonlinier. Pada
konsentrasi plasma asam salisilat <100 mg / mL dan> 400 mg / mL,
sekitar 90 dan 76 persen dari salisilat plasma terikat pada albumin,
masing-masing.
Metabolisme: Aspirin, yang memiliki waktu paruh sekitar 15
menit, dihidrolisis dalam plasma asam salisilat sehingga kadar plasma
aspirin mungkin tidak terdeteksi 1 sampai 2 jam setelah pemberian dosis.
Asam salisilat, yang memiliki kehidupan plasma setengah dari sekitar 6
jam, adalah terkonjugasi dalam hati untuk membentuk asam salicyluric,
glukuronat fenolik salisil, salisil asil glukronat,asam gentisic, dan
asam gentisuric. Pada konsentrasi serum yang lebih tinggi dari asam
salisilat, pembersihan total asam salisilat menurun karena keterbatasan
kemampuan hati untuk membentuk kedua asam glukuronat salicyluric dan
fenolik. Setelah dosis aspirin beracun (misalnya,> 10 gram), plasma
paruh asam salisilat dapat meningkat menjadi lebih dari 20 jam.
Eliminasi: Penghapusan asam salisilat adalah konstan dalam
kaitannya dengan konsentrasi asam salisilat plasma. Setelah dosis terapi
aspirin, sekitar 75, 10, 10, dan 5 persen ditemukan diekskresikan dalam
urin sebagai asam salicyluric, asam salisilat, sebuah glukuronat
fenolik asam salisilat, dan glukuronat asil dari asam salisilat,
masing-masing. Sebagai pH urin naik di atas 6,5, pembersihan ginjal
salisilat bebas meningkat dari kurang dari 5 persen menjadi lebih dari
80 persen. Alkalinisasi urin adalah konsep kunci dalam pengelolaan
overdosis salisilat. Pembukaan asam salisilat juga berkurang pada pasien
dengan gangguan ginjal.
- Farmakodinamik
Efektivitas aspirin terutama disebabkan oleh kemampuannya menghambat
biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim siklooksigenase
secara ireversibel (prostaglandin Sintetase), yang mengkatalisis
perubahan asam arakidonat menjadi senyawa endoperoksida pada dosis yang
tepat, obat ini akan menurunkan pembentukan prostaglandin maupun
tromboksan A2, tetapi tidak leukotrien.
sumber: http://arumsetia.wordpress.com/2012/12/19/78/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar